ASRIANTI HAFID

E 131 06 018

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI TIMUR TENGAH

Bertahun-tahun lalu, jika berbicara tentang negara-negara di kawasan Timur Tengah, khususnya dalam ranah kajian ilmu Hubungan Internasional, pembahasan lebih banyak diwarnai dengan bahasan tentang budaya, Islam, dan isu awal abad 21, terorisme. Namun demikian, akhir-akhir ini, mulai muncul satu bahasan baru, yakni mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi negara-negara di kawasan yang dihuni oleh mayoritas bangsa Arab ini.

Dewasa ini, satu negara yang ramai menjadi pembicaraan dunia internasional lantaran pesatnya perkembangan teknologinya, tak pelak lagi adalah Iran. Kemajuan teknologi negara ini terlihat jelas dari kesuksesan peluncuran satelitnya, kemajuan pendidikan yang beriringan dengan mengglobalnya pemikiran tokoh-tokoh mereka, hingga kesuksesan pengembangan nuklirnya, yang meskipun ditentang mati-matian oleh Amerika Serikat dan sekutunya, namun mendapat dukungan sepenuhnya dari negara major power lainnya, Rusia. Konstruksi reaktor nuklir Iran menimbulkan kekhawatiran Israel dan sekutu utamanya, Amerika, serta aliansi Eropa mereka (Inggris, Jerman, Prancis). Namun demikian, Iran selalu menyangkal dan mengatakan reaktor itu untuk menjawab kebutuhan energi nasional.

Melihat reaksi yang ditunjukkan pihak Barat atas kemajuan Iran ini, sesungguhnya dapat dianggap sedikit berlebihan jika mengingat sejarah peradaban lama, dimana pelakon utamanya masih bernama Persia, Arab (Islam), Yunani kuno, dan Romawi. Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun 1453M. Dan keadaan inilah yang justru menjadi kunci penentu kemajuan Eropa. Islam telah menguasai daerah Timur Tengah yang ketika itu menjadi jalur dagang dari Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Melalui bangsa Arab ini, Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia

Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam sendiri terjadi ketika kaum muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembangan tersebut semakin jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad VIII. Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan sudah mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.

Pada masa ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti bangsa yunani, romawi, dan persia, serta berbagai sumber naskah yang ada di timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir.

Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah dan umat islam pada umumnya. Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pe­ngembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya, termasuk yang non-muslim. Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya.

0 Comments:

Post a Comment