Peta Perpolitikan di Timur Tengah

Fenomena di Timur Tengah tidak pernah lepas dari masalah Palestina-Israel dimana isu selalu menjadi inti dari Timur Tengah. Turun langsungnya Amerika ke dalam kawasan Timur Tengah juga dipicu dari masalah Palestina Israel dimana Amerika Serikat mencoba menghindari terhapusnya Israel dari dunia akibat serangan gabungan negara-negara arab pada tahun 1973. Seperti diketahui bahwa Israel merupakan perpanjangan tangan Amerika Serikat di Timur Tengah yang dikemudian hari akan menjadi isu Politic Oil. Pasca perang arab di tahun 1973,Amerika dan Israel mengambil pelajaran penting bahwa pada saat itu negara-negara arab tidak bisa dihabisi melalui peperangan mengingat kekuatan mereka cukup besar mengingat peran besarnya Arab Saudi dan Mesir pada saat itu.

Di sisi lain, ada beberapa negara arab yang tidak mendukung langkah Amerika seperti Suriah,Iran dan Lebanon. Kelompok kecil ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Rusia untuk mengimbangi kekuatan barat yang telah berhasil menghimpun negara-negara arab lainnya. Akan tetapi, sejauh ini baru Iran yang turut andil dalam proses campur tangannya Rusia ke dalam stabilitas politik Timur Tengah mengingat Iran sebagian besar didukung oleh Rusia. Kekuatan militer yang hampir seimbang antara Israel dan negara-negara arab membuat Amerika dan Israel mencari jalan lain untuk mendapatkan pengaruh di Timur Tengah yakni: menggandeng negara-negara arab yang moderat seperti Arab Saudi dan Mesir. Kerjasama yang dibangun dengan dua negara arab besar dan cukup berpengaruh membuat negara-negara arab lainnya berang dan berusaha mencari sosok pengganti dari mereka dan Suriah serta Lebanon menjadi tulang punggung negara-negara arab dalam urusan pembebasan Palestina mengingat Arab Saudi dan Mesir sudah jatuh ke tangan Amerika Serikat. Tidak hanya sampai disana, Amerika Serikat juga menggandeng beberapa negara arab lainnya yang terkenal akan kekayaan minyaknya melalui negara boneka Amerika Serikat (Mesir dan Arab Saudi) untuk bergabung dengan mereka.

Penggambaran peta politik di Timur Tengah dapat dengan mudah disimpulkan mengingat negara-negara arab terkenal mudah pecah dan juga mudah untuk bersatu kembali. Penggambaran peta politik pasca perang arab dapat dibagi menajdi tiga,antara lain:

1. Negara-negara teluk pimpinan Arab Saudi. Negara-negara yang tergabung dalam front ini merupakan negara-negara yang kaya akan sumber minyak dan dalam hal ini mereka membuat front kerjasama yang bernama Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Countries Council/GCC) yang beranggotakan antara lain Arab Saudi,Qatar,Kuwait,Uni Emirat Arab,dan Oman.

2. Koalisi yang kedua ini cukup diperhitungkan oleh Amerika Serikat dan Israel dikarenakan front kedua ini kekuatannya cukup besar. Dalam front ini tergabung Mesir,Irak,Yaman,dan Yordania. Kekuatan keempat ini sangat besar dan pengaruhnya juga cukup mamapu mengubah perpolitikan di Timur Tengah. Akan tetapi pasca terpilihnya Anwar Sadat di Mesir,kekuatan front ini berkurang satu dimana Mesir sudah tidak ikut campur tentang masalah Timur Tengah dan Mesir juga telah berafiliasi ke Amerika Serikta dan sekutunya.

3. Front yang ketiga ini sebenarnya sangat jauh dari letak Timur Tengah mengingat mereka berada dalam kawasan magribi. Libya,Tunisia,Aljazair,Maroko,dan Sudan sebenarnya jauh dari kawasan Timur Tengah akan tetapi mengingat mereka juga masih keturunan bangsa arab membuat mereka menjadi salah satu front meskipun secara langsung aktifitas front ini tidak cukup berpengaruh.

Memasuki periode 1990-an, kawasan Timur Tengah kembali memanas meskipun kali ini bukan masalah Palestina-Israel yang menjadi pusat perhatiannya melainkan kekejaman Saddam Hussein dalam menginvasi Kuwait dalam perang Teluk. Pasca perang Teluk ini,keadaan Timur Tengah kembali memanas dimana Amerika dan Israel kembali memainkan peranannya guna menarik simpati dari negara-negara arab lainnya. Kuwait yang saat itu berjuang untuk membebaskan diri dari Irak mendapatkan bantuan langsung dari Amerika Serikat. Hal in tentunya membuat Irak mengalami kekalahan pada perang Teluk tersebut dan kembali salah satu negara arab di Timur Tengah jatuh ke tangan Amerika Serikat guna mendukung lobi-lobi Zionis Israel dalam usaha melebarkan ruang hidup rakyat Yahudi disana.

Amerika Serikat yang hingga tahun 2000 didukung oleh beberapa negara arab membuat mereka menjadi semena-mena dan hal ini menimbulkan efek negatif terhadap stabilitas kawasan Timur Tengah dimana masalah Palestina Israel tidak membuat negara-negara arab yang sudah berkoalisi dengan Amerika Serikat membantu permasalahan utama ini dari kawasan Timur Tengah. Dengan berdiam dirinya negara-negara arab seperti Arab Saudi,Kuwait,Oman,dan Mesir membuat Amerika dan Israel semakin semena-mena dalam mengatur perpolitikan dan mengejar tujuan mereka dari awal yaitu masalah minyak. Setelah negara-negara yang kaya akan minyak sudah jatuh ke tangan Amerika, otomatis mereka mencari lagi negara arab lainnya yang memiliki minyak banyak untuk memasok kebutuhan dalam negeri mereka. Tidak hanya itu,ada efek lain yang ditimbulkan dari masalah politik minyak ini yaitu membangun jaringan dengan negara-negara arab guna memuluskan jalan Israel dalam membentuk negara Israel Raya.

Pada tahun 2003,salah satu negara arab kuat kembali jatuh yaitu Irak. Rezim Saddam Hussein yang “diduga” memiliki senjata pemusnah missal diinvasi oleh kekuatan militer gabungan antara Amerika dan sekutunya. Alasan senjata pemusnah missal ini dilecehkan oleh sebagian pengamat politik dunia mengingat berdasarkan hasil pantauan Badan Atom Dunia bahwa Irak tidak memiliki senjata seperti itu membuat orang-orang berpikir bahwa Amerika dan sekutunya menyerang Irak hanya untuk mendapatkan minyak dan hal ini pula yang dikemudian terbukti bahwa Amerika menduduki Irak untuk mendapatkan minya secara “gratis”. Secara hitung-hitungan negara arab yang masih berusaha melawan Amerika dan Israel tersisa Iran,Suriah dan Lebanon. Ketiga negara ini secara langsung masih melawan usaha-usaha Israel guna menduduki daerah Palestina. Ketiga negara ini pula yang sekarang ini menjadi musuh Amerika di Timur Tengah mengingat sebagian besar negara arab lainnya telah jatuh ke dalam genggaman Amerika.

Salah satu negara yang arah politiknya ke rusia adalah Iran.Rusia telah berencana untuk menjual

lebih dari 1 miliar dolar AS perlengkapan pertahanan mulai dari peralatan taktis permukaan hingga misil udara, Iran juga kemungkinan akan membeli 29 sistem TOR-M1, yang didisain untuk membawa pesawat dan memandu misil pada ketinggian yang rendah.

Salah satu hal yang membuat Iran lebih condong ke rusia adalah pemutusan hub. Diplomatik Iran dengan Amerika serikat pada tahun 1980-an dimana di Iran dilakukan penahanan diplomat Amerika serikat selama 144 hari di Iran.

kesepakatan, yang juga mencakup modernisasi angkatan udara Iran dan memasok kapal patroli, bernilai lebih dari 1 miliar dolar AS.

Gerakan ini, sepertinya dituding untuk mengganggu Israel dan AS, yang dapat dianggap sebagai upaya Moskow untuk mengganggu kesepakatan antara Iran dan negosiator Eropa mengenai program nuklir Teheran.

Israel sendiri tampaknya bingung dengan potensi militer Iran setelah Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengatakan pada bulan Oktober lalu bahwa Israel harus “disingkirkan dari peta”- pernyataan yang dipersalahkan oleh Rusia pada waktu itu.

Sayangnya, Menteri Pertahanan Rusia menolak berkomentar mengenai kesepakatan itu. Negara-negara barat menuduh Iran dalam kepemilikan senjata nuklir yang dibungkus melalui program atom untuk keperluan sipil, namun Teheran membantahnya dengan mengatakan bahwa program itu hanya untuk pembangkit listrik.

Rusia membantu Iran membangun reaktor nuklir pertama Iran dan sedang mempersiapkan peluncurannya tahun depan. Beberapa negara Barat khawatir bahwa Iran dapat menggunakan pengetahuan Rusia untuk membuat senjata sensitif. Sumber dari industri pertahanan mengatakan kepada Interfax bahwa tidak ada restriksi internasional dalam penjualan senjata ke Iran.

“Lebih dari itu, secara praktis semua senjata yang dijual Rusia ke Iran dalam tahun-tahun ke depan merupakan senjata yang sifatnya lebih pada defensif daripada ofensif,” kata sumber itu.

Seorang diplomat Barat yang dekat dengan pengamat kesepakatan Rusia-Iran mengatakan bahwa berita mengenai kesepakatan kedua negara tersebut merupakan tanda bahaya dan akan segera meningkatkan tekanan.
“Rusia memiliki sejarah panjang sebagai pemecah belah perdamaian antara Iran dan negara-negara Barat, dan tiba-tiba mereka kemudian membuat kejutan lagi. Ini sungguh tidak masuk akal,” kata diplomat itu.

Tugas Kelompok:

Arham
Dedy Alex Putra
Nursam
Minhajuddin
Ahmad Zaki
Arfian Chrisna

0 Comments:

Post a Comment