Siti Hardiyanti P.
E 131 06 002
ilmu hubungan internasional

Seorang Yahudi Polandia, Gedaliah dari Siemiatyce (w. 1716),
mencatat nasib orang Yahudi Palestina, saat ia kembali ke Yerusalem thn 1700. Keadaan yg mengenaskan, yg dicatatnya dlm buku Pray for the Peace of Jerusalem, memaksanya utk kembali ke Eropa guna mengumpulkan uang bagi Yahudi2 Yerusalem.
Sehubungan dgn akses Yahudi kpd Temple Mount (Haram-esh-Sharif), khususnya, ia mencatat:
Muslim tidak selalu mengijinkan anggota kepercayaan lain masuk Temple Mount -KECUALI ia masuk Islam, karena mereka (Muslim) mengatakan bahwa tidak ada agama yg semurni Islam yg pantas masuk tempat suci ini. Mereka tidak lelahnya mengakui itu, walau TUhan sudah memilih orang Israel, walau ditinggalkanNYa karena kesesatan mereka utk kemudian memilih Muslim ...
Laporan Gedaliah mencerminkan perlakuan HINA kpd Yahudi yg ditolak masuk Temple Mount, dan hanya diijinkan utk berdoa di Tembok Barat selama 13 abad kekuasaan Muslim, setelah membayar bermacam2 'upah' kpd penguasa Muslim. Memang, sebuah pogrom Arab-Muslim bln Agustus 1929 dimana gang2 Arab merajah desa2 dan distrik2 tetangga, membunuh 133 dan melukai 339 Yahudi di Yerusalem - diakibatkan oleh sebuah permintaan sederhana Yahudi bagi otorisasi utk membangun tempat2 duduk dan sebuah layar dijalan sempit selebar 2 meter didepan Tembok Barat.
Akses Yahudi bagi goa Machpelah (Makhpela) didekat Hebron, yg dipercaya mengandung tempat peristirahatan para patriarkh (diatas mana Muslim penjajah mendirikan mesjid), 3 dibawah kerajaan Mamluk, dan kemudian dibawah Ottoman, mencerminkan sikap2 anti-dhimmi, dan khususnya anti-Yahudi selama 8 abad penjajahan Muslim. Sebelum
1266, kondisi kunjungan2 itu digambarkan 4 oleh kronikler abad 12,
Benjamin dari Tudela. 5 Guna melihat the putative sepulchers pada patriarchs didalam goa itu, pengunjung diwajibkan membayar. Benjamin menambahkan, 6
JIka seorang Yahudi memberi bayaran tambahan kpd penjaga goa, sebuah pintu besi gy berasal dari jaman nenek moyang kami terbuka, dan sang pengunjung turun dgn lilin. Ia menyeberangi dua goa kosong, dan dlm yg ketiga ia melihat 6 kuburan, yg diukir dgn nama ketiga Patriarch dan istri2 mereka dlm huruf Ibrani. Goa itu penuh dgn peti2 berisi tulang2 manusia, yg dibawa kesana sbg tempat suci ..
Namun th 1266, Sultan Baybars Mamluk, saat mengunjungi Hebron, melarang Yahudi dan Kristen utk masuk Machpelah. 7 Larangan ini berlangsung bagi Yahudi sampai akhir mandat Inggris (1948); Orang2 Kristen awan, kecuali tokoh2 terhormat spt the Prince of Wales th 1862, dilarang masuk sampai thn 1922. Professor Eliezer Bashan menyimpulkan sejarah larangan diskriminatif selama 600 thn ini, dgn sebuah anekdot dr thn 1336: 8
Pelancong Eropa yg mengunjungi Hebron sebelum dan selama jaman
Ottoman (1517-1917) dan yg mencoba megnunjungi goa tsb tidak diijinkan, dan mereka memberlakukan mereka sama dgn Yahudi. Mereka diijinkan berdoa hanya diluar tembok2. John Mandeville, misalnya, yglahir di England dan berhijrah ke Tanah Suci th 1336, sampai di Hebron dan menulis berikut : "Tidak seorang Kristenpun boleh masuk tempat itu, kecuali dgn ijin Sultan, karena mereka menganggap lelaki Kristen = anjing dan mereka mengatakan tidak dapat membiarkan orang macam itu memasuki tempat yg begitu suci."
Orang Inggris lainnya yg berada disana th 1753 dan juga 10 thn kemudian melaporkan bahwa Yahudi bahkan TIDAK DIIJINKAN JALAN di jalanan menuju goa tsb. Bahaya yg dihadapi seorang Kristen yg mendekati tempat tsb disebut dlm laporan ini (diterbitkan 1845):
"Muslimin menjaga tempat suci itu dgn sangat ketat, dan mengancam setiap Kristen yg berani menginjakkan kakinya didekatnya".
Wakil Konsul Perancis di Basra, yg mencoba berkunjung kesana th 1834, meminta ijin sang Muazzin, namun ia dikatakan bahwa ia terlebih dahlu harus memeluk Islam. Misionaris (H. Bonar) yg mengunjungi Hebron th 1856 dilarang masuk dan mengungkapkan pendapatnya, menekankan sikap berbeda dari Yahudi dan Kristen:
"Fanatisme Muslim menutupi goa ini dari dunia; fanatisme yg sebuas ini tidak ditemukan dimanapun keculai di El-Khulil (Hebron). Kuil Yahudi terbuka bagi siapa saja; katedral2 dan gereja2 Kristen mengundang siapa saja; hanya Mahomedanism dgn ekslusivitas aneh mereka menutup setiap gerbang mesjid dari orang asing."
S. Ehrlich, pedagan Yahudi dari Russia, yg ingin mengunjungi tempat itu, menyamar sbg lelaki Muslim dan berhasil memasuki goa itu pd thn 1833.
Kristen pertama yg diijinkan masuk goa itu adalah Pangeran Wales,
1862. Ia mendapat hak istimiewa karena bukan saja ia berasal dari keluarga kerajaan namun karena situasi politik setelah Perang Krimea th 1856. Inggris dan Ottoman menikmati hubungan khusus karena bersama2 menahan ekspansi Russia... Penguasa Ottoman mencoba membiasakan penduduk Muslim pada sikap yg lebih toleran terhdp orang Eropa dan Kristen, namun penduduk setempat yg fanatik dan pemimpin2 mereka tidak suka pada sikap toleran ini dan tetap memberlakukan larangan masuk pada Kristen2 awam. Beberapa saat setelah kunjungan
Pangeran Wales, sebuah epidemi menjalar di Hebron, yg oleh Muslim dianggap sbg azab Allah karena di-desekrasinya tempat suci tsb, dan penduduk hampir berontak.
DIbawah mandat Inggris (1922-1948), baru Kristen bisa mendapatkan akses kpd gedung tsb, tapi Yahudi tidak mendapatkannya.

“Saya menghormati fakta bahwa Israel mengijinkan sebuah suasana toleransi antar-agama dimana setiap hari Jumat, ribuan Muslim bersolat secara terbuka di Temple Mount di Yerusalem. Ketika saya melihatnya, saya bertanya pada diri sendiri, dimana di dunia Islam 1.000 Yahudi diijinkan berdoa dimuka umum spt ini ?”



0 Comments:

Post a Comment